Judul: Prinsip-Prinsip Kognitif
Pembelajaran Multimedia: Peran Modality dan Contiguity Terhadap Peningkatan
Hasil Belajar
Penulis: Fatimah Saguni
Link Jurnal : Prinsip-Prinsip Kognitif Pembelajaran Multimedia
Pembelajaran melalui
komputer merupakan suatu usaha yang sistematik dan terencana sehingga dapat mengatasi
kelemahan-kelemahan pada pembelajaran kelompok.
Multimedia memberikan kesempatan
untuk belajar tidak hanya dari satu sumber belajar seperti guru, tetapi memberikan
subjek mengembangkan kognitif dengan lebih baik, kreatif dan inovatif.
Hasil penelitian Mayer dan
Anderson (1991)
tentang animasi dan narasi menunjukkan bahwa kelompok narasi bersama animasi
berkinerja lebih tinggi daripada kelompok narasi sebelum animasi. Penelitian
selanjutnya tentang animasi dan teks dilakukan oleh Mayer dan Anderson (1992) tentang instruksi animasi
dalam pengajaran yang dapat membantu siswa membangun hubungan antara kata
dengan gambar dalam pembelajaran multimedia, dimana hasilnya menunjukkan bahwa
siswa yang mendapatkan penjelasan narasi bersamaan animasi mempunyai nilai yang
lebih tinggi daripada siswa yang diberikan narasi atau aminasi saja.
Masalah belajar tidak
terlepas dari masalah memori. Memori dan konsep belajar saling
berkaitan erat karena menghasilkan keluaran yang berupa hasil belajar.
Hasil belajar tersimpan dan dipelihara dalam memori agar kelak dapat digunakan
kembali (Hulse, dkk., 1975). Pada dasarnya memori mencakup proses encoding (penyandian), storage (penyimpanan), dan
retrieval (memanggil
kembali) (Ellis, 1978). Jadi memori berkaitan dengan penerimaan informasi,
penyimpanan informasi, sampai pemanggilan kembali informasi yang disimpan.
Atkinson dan Shiffrin membagi
memori menjadi 3 tempat penyimpanan, yaitu sensory
memory (memori sensori), short
term memory (memori jangka pendek), dan long term memory (memori jangka panjang).
Ketiga macam memori
tersebut saling berkaitan erat, informasi tertentu diteruskan kedalam memori
jangka pendek (STM) dan sebagian informasi akan hilang, melalui seleksi
informasi diteruskan kedalam memori jangka panjang dan yang tidak diteruskan
akan dilupakan (Irwanto, dkk., 1994). Informasi yang disimpan dalam memori (LTM)
dapat berpindah kembali ke (STM) dan kelupaan dapat terjadi disetiap tahap
model memori tersebut. Kapasitas untuk mengingat stimulus yang masuk secara visual,
seperti gambar-gambar dikenal sebagai photographic memory atau eidetic
imagery. Kelupaan yang terjadi di STM berhubungan erat dengan faktor storage
dan retrieval.
Mc Geoch (dalam Irwanto,
dkk., 1994) mengajukan ”teori interferensi” yang memandang bahwa jejak-jejak
memori saling berkompetensi antara yang satu dengan yang lain. Interferensi
tidak terjadi bila informasi yang diterima berupa informasi yang bermakna bukan
berupa sekumpulan informasi yang tidak bermakna. Informasi yang disimpan dalam memori
jangka panjang bersifat permanen, tetapi bukan berarti bahwa kelupaan tidak pernah
terjadi. Kelupaan
dapat diminimalkan dengan cara menggunakan mnemonic, yaitu strategi
mengorganisasikan informasi secara visual atau verbal (Solso, 1998). Retensi
atau bertahannya materi yang dipelajari dapat dilakukan dengan pengulangan
materi yang dipelajari berulang kali, penggunaan tabel, diagram, dan
gambar-gambar dapat pula membantu agar materi tidak cepat terlupakan.
Lupa merupakan suatu
gejala apabila informasi yang telah disimpan tidak ditemukan kembali untuk
digunakan (Irwanto, dkk.,1994) atau ketidakmampuan untuk me-recall informasi
yang telah ada. Lupa dapat terjadi pada setiap tahap pemrosesan
informasi dalam memori, baik dalam memori sensoris, memori jangka pendek,
maupun dalam memori jangka panjang. Kelupaan dalam memori sensoris dapat
terjadi beberapa detik setelah informasi diterima, dalam memori jangka pendek
kelupaan bisa terjadi setelah 30 detik, dalam memori jangka panjang kelupaan
dapat terjadi beberapa jam, beberapa hari atau beberapa minggu kemudian.
Working Memory
Memiliki sistem tersendiri untuk
mengolah informasi visual dan informasi audio. Sehingga ada memori visual dan
memori audio dalam sistem kognitif individu. Teori kognitif tentang working
memory menyatakan bahwa berdasarkan prinsip modality, terutama dalam
proses belajar dengan menggunakan multimedia, kata-kata yang digunakan perlu disajikan
dalam bentuk narasi audio bukan secara visual berupa teks pada layar. Alasannya,
dalam proses memori jangka pendek, presentasi bersifat audio lebih mudah
diingat daripada presentasi visual. Hal ini juga harus didukung dengan contiguity
dalam proses belajar yang menggunakan multimedia sebagai media instruksi,
dimana kata dan gambar harus tersaji hampir bersamaan. Artinya tidak ada selisih
waktu yang lama antara kata dan gambar. Selain itu, kata dan gambar tidak dalam
tempat terpisah sehingga penyajian kata dan gambar ini bersifat contiguous,
artinya terjadi secara serempak (Mayer dan Moreno, 1998).
Teori pengkodean ganda (dual
coding) berasumsi bahwa manusia memiliki dua sistem pengolahan informasi
yang berlainan: satu mewakili informasi verbal dan yang lain mewakili informasi
visual (Solso, 1998). Paivio menguraikan tentang separated dual-code dan integrated dual-code. Separated
dual-code menunjukkan perbedaan yang jelas pada model
penerimaan atau penyimpanan informasi dalam memori berdasarkan informasi
yang diberikan, dalam hal ini informasi visual dan informasi verbal. Informasi
yang diberikan dalam bentuk kata-kata akan diterima dalam bentuk verbal,
sedangkan informasi yang diterima dalam bentuk gambar akan diterima atau
disimpan dalam bentuk visual. Integrated
dual-code informasi visual dan informasi verbal dapat
diterima dalam memori sama dengan hubungan antar informasi verbal dan informasi
visual.
3 proses yang berlangsung saat
seseorang menerima 2 bentuk informasi (verbal dan visual), dalam waktu yang
sama, yaitu:
1. Membuat gambaran verbal
serta kesesuaian dengan informasi verbal yang diterima
2. Membuat gambaran visual
serta kesesuaian dengan informasi visual yang diterima
3. Membuat kesesuaian hubungan
antara gambaran visual dengan gambaran verbal yang sudah diterima.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar